Kalimat pembuka di bawah ini mungkin hanya sebagai
gambaran kemuliaan dari seorang Ibu, bila kelak suatu saat ada orang datang dan
bertanya padaku, siapa orang yang paling daku sayangi dan hormati dalam hidupku????,maka akan daku jawab dengan
lantang dan sigap, bahwa orang yang paling daku sayangi dan hormati dalam hidup
ku adalah Ibuku. Alasan
jawaban itu adalah sebuah Hadits dari Rasulullah SAW ,yang pada saat itu datang
seorang pemuda dan menghampiri Beliau dan bertanya pada Rasulullah. Pemuda itu
bertanya “Ya Rasulullah, siapa orang yang pertama yang harus aku hormati dan
cintai ?” tanya si pemuda kepada Rasulullah. Lalu Rasulullah menjawab : “ Ibumu”,
kemudian sang pemuda bertanya lagi kepada Rasulullah, kemudian siapa lagi
??? tanya pemuda itu lagi, kemudian
Rasulullah menjawab lagi “ Ibumu”, kemudian si pemuda bertanya kembali
pada Rasululllah, “kemudian siapa lagi
ya Rasul???” tanya si pemuda”, Rasulullah
kembali menjawab “ Ibumu” , sang pemuda kembali bertanya pada Rasulullah,
kemudian siapa lagi ya Rasul??” tanya si pemuda. Barulah Rasulullah menjawab
untuk terakhir “ Ayahmu”, kemudian si pemuda berlalu dari hadapan Rasulullah.
Betapa mulianya Engkau wahai Ibu yang sangat kucintai,
engkau sebagai sandaran hati ini setelah Allah dan Rasulullah, Rasulullah
sampai menyuruh umat manusia untuk menghormati dan mencintai Ibu hingga Ibu tiga tingkat di atas ayah, betapa mulianya
derajat Ibu. Selama 9 bulan 10 hari engkau mengandung daku dengan bersusah
payahnya, hingga untuk tidur dan bergerak saja engkau sangat kesusahan. Tapi
tak sedikitpun engkau mengeluh akan hal itu, karena engkau tahu bahwa daku di
dalam kandungan mu merupakan titipan Allah yang kelak akan engkau didik selalu,
yang akan engkau besarkan dengan curahan kasih sayang, dengan segenap jiwa
ragamu selalu menjaga daku.
Dalam sebuah bait lagu yang sangat terkenal :
Kasih sayangnya Bunda
Tidak ada batasnya
Tiap malam di jaganya
Di pangku dan ditimangnya
Dengan kasih sayangnya…….
Engkau sangat bahagia ketika melihat daku tumbuh dan
kembang sebagai anak yang berbakti kepadamu, daku selalu menuruti perintahmu
Ibu, daku selalu berusaha membantu Engkau dalam setiap langkah meskipun daku
masih seorang anak yang masih kecil, akan tetapi daku selalu ingin bersama
kemanapun Ibu melangkah. Bahkan ketika daku masuk sekolah, Engkaulah orang yang
pergi mengantarkanku ke sekolah, dan selalu menitip pesan padaku “ yang rajin
belajar dan benar-benar sekolah nya ya”, kata-kata mu selalu daku ingat ketika
itu. Ketika engkau dan ayah merasa kesulitan membiayai kami para anakmu
bersekolah, engkau tetap tegar dan bersemangat menyekolahkan kami semua. Dengan
berbagai cara engkau lakukan,dari berjualan jagung rebus, kacang rebus dengan
berkeliling kampung, dan menjual jagung bakar di malam harinya, bahkan
menitipkan kue-kue kering di warung dekat kampung sebelah,tak pernah Engkau
fikirkan seberapa lelahnya dirimu,semua itu engkau lakukan hanya untuk anak-anak
mu terutama daku. Engkau tidak pernah mengenal lelah dengan segala hal,semua
Ibu lakukan hanya demi kami anak-anak mu. Meskipun ayah di samping mu selalu,
tapi Ibu tetap berusaha selain ayah. Ibu, Engkau bagai pelita dalam keluarga,
selalu menerangi kegelapan hati kami.
Engkau tidak pernah merasa letih merawat dan menjaga kami, hingga kami
bisa bersekolah terus, semua cara yang Ibu lakukan dengan berjualan keliling kampung dan memerima
pesanan kue-kue kering. Melihat Ibu seperti itu,daku merasa sangat terharu
hingga tak kuasa menahan air mata kebahagiaan sekaligus kepedihan dalam hati,
timbul pertanyaan dalam diri ini “ kenapa Ibu harus sampai bekerja ekstra keras
hanya demi mencari biaya tambahan untuk bersekolah kami?”, akan tetapi pertanyaan
itu tidak berani untuk aku ungkapkan kepada mu wahai Ibu. Daku dan kakak yang merasa bahwa Ibu tidak perlu
terlalu menanggung semua beban kami, berinisiatif membantu usaha Ibu dengan
berjualan keliling kampung, bahkan hingga di sekolah pun daku membawa dagangan
Ibu dan menjajakan kepada para teman-teman semua. Ada yang senang, ada juga
yang sinis melihat usaha daku membantu Ibu, senang karena teman-teman tidak
bersusah payah keluar kantin membeli makanan, dan sinis karena para Ibu-ibu
kantin menegur daku. Di dalam hatiku berkata, “Ibu...., seperti inikah bebanmu
memikirkan kami anak-anakmu?”, tak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu,hanya
waktu yang bisa menjawab semuanya.
Ibu, kau bagaikan pahlawan bagi diriku, Engkau tidak
pernah mengeluh sedikitpun dengan ulah
dari anak mu ini. Engkau besarkan daku dengan harapan agar berguna bagi
agama dan bangsa. Dalam keheningan malam Engkau bersujud memohon kepada Sang
Pencipta agar daku dan semua anak-anakmu selalu di beri kemudahan dalam melangkah,
anak yang tak pernah membahagiakanmu. Engkau tidak pernah menghitung seberapa
banyak biaya yang Engkau keluarkan untuk daku,Engkau tidak pernah menagih kembali
setiap yang engkau berikan kepada daku dan kakak,abang,dan adik-adik. Engkau
tetap memegang prinsip bahwa tidak boleh anak-anakmu ini sampai putus sekolah,terutama
daku anak laki-laki yang paling Ibu harapkan dalam keluarga akan menjadi orang
yang berguna. Ibu, engkau adalah sandaran hati daku, setiap saat daku memiliki
masalah,engkau bak pahlawan datang menolong daku,engkau menyemangati daku
dengan senyuman yang khas sebagai tanda sayangmu terhadap anakmu. Senyuman
seorang Ibu yang sangat mengerti keadaan anak-anak nya, dan dengan penuh
perhatian engkau menasehati daku.
Ibu, begitu besarnya jasamu pada kami sekeluarga,hingga
engkau tidak pernah memikirkan bagaimana dengan diri Ibu sendiri. Ibu hanya
berfikir bahwa daku beserta kakak,abang dan adik selalalu bahagia. Bahagianya
memiliki kelurga yang saling berbagi dalam segala hal, tertutama memilik Ibu
yang sangat perhatian dan penuh kasih sayang kepada semua anggota
keluarganya,tanpa membeda-bedakan anatara anak yang paling besar dan yang
paling kecil. Ibu, engkau bertindak sangat adil, dan engkau selalu mengajarkan
kepada kami anak-anakmu untuk selalu bisa hidup mandiri. Tetapi ketika daku semakin tumbuh menuju
kedewasaan, daku sering membuat Ibu menangis dan menitikkan air mata, bahkan
Ibu yang selalu terbuka ketika hati Ibu tersakiti untuk tetap menyayangi daku ,
karena Ibu tidak pernah memiliki sifat untuk mendendam,terutama kepada
anak-anaknya sendiri.
Di pertengahan tahun 2003 merupakan awal kelam kebahagiaan
daku dan kelurga karena Ibu menderita penyakit yang sudah komplikasi, kanker
payudara yang di deritanya berkembang kembali dalam tubuhnya,meskipun dahulu
sudah dilakukan operasi, bahkan semakin ganas, ditambah lagi dengan liver yang
di deritanya. Seketika,teringat hari- hari yang daku lalui bersama Ibu dahulu, bahkan
ketika daku membuat Ibu menangis, ingin rasanya diri ini bersujud di kaki Ibu
dan memohon ampunan karena telah membuat Ibu menangis, akan tetapi waktu tidak
memihak daku, dan Allah lebih menyayangi Ibu dan memanggilnya lebih dulu. Daku
merasa sangat berdosa, tidak sempat berkata sepatah kata apapun kepada Ibu,
bahkan untuk satu kata, kata itu kata
yang mungkin bagi seorang anak saat ini sulit untuk di katakan kepada Ibu nya,
yaitu “maaf”, dan entah mengapa kata itu sangat berat untuk di ucapkan. Seperti
kata pepatah, “sesal dahulu pendapatan,sesal kemudian tiada guna” , kini
tidak mungkin lagi menyesali semua yang telah terjadi, dan sekarang adalah
waktu untuk mengevaluasi diri, daku akan selalu mengenangmu Ibu di dalam
sanubariku. Ibu, engkaulah segalanya bagiku.Ibu, engkaulah segalanya bagiku,
engkaulah cerminan jiwaku.
Sebagai penutup karangan ini, penulis petik beberapa
bait lagu “IBU” :
Ingin
ku dekap,dan menangis dipangkuan mu
Sampai
aku tertidur, bagai masa kecil dulu
Lalu
doa-doa,naluri sekujur tubuh mu
Dengan
apa membalas, IBU…………
IBU…………
Punge, 20 Desember 2011